Aku senang menulis puisi di bawah sorot mata lampu kamar atau sorot bulan yang berpendar. Aku senang ketika detik-detik dari jam dinding menghabisi perlahan riwayatku. Membisik lirih agar segera menutup mata, tapi kau memang tak akan bisa membuatku mati. Kau abadi, sesuatu yang kurindukan yang justru menjadi-jadi.
Bayangmu selalu ada di setiap aku menulis puisi. Terselip di antara bentangan aksara dan bintang di angkasa. Aku benar-benar tak ingin membuatmu kagum ataupun tersenyum karena kemahiranku memainkan kata-kata. Aku senantiasa ingin kau membaca seluruh makna dan selalu memahaminya. Dalam hati. Dalam nadi.
Dan kelak, kau akan sulit membedakan antara puisi untukmu dan keinginan memilikimu.
Solo, Februari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar