Kalah

“Kadang-kadang, kau pikir, lebih mudah mencintai semua orang daripada melupakan satu orang,” kata Aan Mansyur suatu kali dalam bukunya Tidak Ada New York Hari Ini.

Kataku, kadang-kadang, melupakan sama beratnya dengan meluapkan apa yang ada dalam dirimu. Seseorang, entah siapa, terlanjut membuat penjara bagi dirinya sendiri di hidup orang lain. Tak ada yang menyelamatkanmu, mungkin—

Kau, atau mungkin aku, atau mungkin segala hal yang ada kita. Bagaimana mengingat kedalaman tentang dirimu; tentang bagaimana menikmati kopi terbaik, bagaimana membangun tawa bersama di suatu pagi, bagaimana malammu yang tak lagi gelap gulita, atau cerita-cerita yang tak akan pernah habisnya.

Kau, selalu bisa mengingat setiap jalan-jalan yang mengantarkanmu ke sana. Gedung-gedung yang tinggi, kelokan yang tajam, gang-gang sempit yang kadang kau lupa begitu saja. Kau terlalu bodoh untuk mengingat setiap tempat, tapi dengan segala kehendak, kau selalu bisa menuju ke sana—kota-kota yang dibangun dari rentetan debu, api, bising, dan kemacetan.

Kau, tak akan pernah bisa menghitung berapa lelah setelah berapa langkah yang kau hitung dari satu tempat ke tempat lain, satu tawa ke tawa lain, satu bukit ke bukit lain. Kau, tak akan bisa menghitung berapa jeri payah yang memaksamu untuk berhujan-hujan dari satu kota ke kota lain demi melihat sebuah pertandingan, aku dari sudut yang tak kau tahu, aku ada di situ untuk melihatmu. Dan ya, selamat, ternyata kau menang

—dari aku yang kalah.

Dan jika kelak, entah siapa yang membuat air matamu berjatuhan dan kita telah berjauhan. Aku, satu-satunya orang yang akan berjanji, membuatmu tertawa—dari jarak yang tak pernah kita ketahui.


Maret 2019

Tidak ada komentar: